MAKALAH
ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
Disusun
Oleh :
1. Arif Tri Kusuma (10315998)
2. Michaell Ezra Sitompul (14315167)
3. M. Rizki Trinanda (14315419)
4. Randy Satria. A. P (15315645)
5. Ubaidillah (16315966)
6. Yana Anggraeni (17315213)
Kelompok / Semester : V / VII
Dosen Pembimbing : Efa Wahyuni, SE.
Kelas : 4TA02
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018
PRIORITAS
PEMBANGUNANAN NASIONAL
2.2 PRIORITAS
PEMBANGUNANAN NASIONAL
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah,
dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di
tingkat Pusat dan Daerah. Prioritas pembangunan nasional, pemerintah memiliki
kebijakan untuk memilih pembangunan dibidang apa yang didahulukan dan
diutamakan dari pada bidang yang lain, guna meningkatkan kesejahterakan
rakyat.
Bagi Indonesia, infrastruktur
merupakan salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan
peningkatan daya saing di dunia internasional, disamping sektor lain seperti
minyak dan gas bumi, jasa keuangan dan manufaktur. Melalui kebijakan dan
komitmen pembangunan infrastruktur yang tepat, maka hal tersebut diyakini dapat
membantu mengurangi masalah kemiskinan, mengatasi persoalan kesenjangan
antar-kawasan maupun antar-wilayah, memperkuat ketahanan pangan, dan mengurangi
tekanan urbanisasi yang secara keseluruhan bermuara pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Infrastruktur dapat didefinisikan sebagai kebutuhan
dasar fisik pengorganisasian sistim struktur yang diperlukan untuk jaminan
ekonomi sektor publik dan sektor privat,sebagai layanan dan fasilitas yang
diperlukan,agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik.
Pembangunan infrastruktur
mempunyai manfaat langsung untuk peningkatan taraf hidup masyarakat dan
kualitas lingkungan, karena semenjak tahap konstruksi telah dapat menciptakan
lapangan kerja bagi masyarakat sekaligus menggerakkan sektor riil. Sementara pada
masa layanan, berbagai multiplier ekonomi dapat dibangkitkan melalui kegiatan
pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur. Infrastruktur yang telah
terbangun tersebut pada akhirnya juga memperbaiki kualitas permukiman dan
lingkungan.
Dengan demikian, Pembangunan
infrastruktur pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai 3 (tiga) strategic
goals yaitu:
1.
Meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan
memperluas lapangan kerja.
2.
Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi kota dan desa, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi desa dan meningkatkan akses infrastruktur bagi
pertumbuhan ekonomi lokal.
3.
Meningkatkan
kualitas lingkungan, yang bermaksud untuk mengurangi luas kawasan kumuh,
perdesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil, dan pulau-pulau kecil.
Pembangunan Daerah dihadapkan pada permasalahan pokok berupa meningkatnya
kesenjangan antara Jawa–Luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia–Kawasan Timur
Indonesia, serta antara kota–desa. Pertumbuhan yang tidak seimbang antara
kota-kota besar/metropolitan dengan kota-kota menengah dan kecil dengan
pemusatan ekonomi di Pulau Jawa–Bali serta pertumbuhan kota-kota menengah dan
kecil serta kawasan perdesaan yang berjalan lambat mengakibatkan berbagai kesenjangan
tersebut di atas. Di samping itu, kemampuan masing-masing daerah tidak merata
dalam kapasitas kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, pengelolaan
keuangan, dan kapasitas anggota legislatif.
Pengembangan
wilayah tertinggal dan wilayah perbatasan dihadapkan pada banyaknya wilayah
tertinggal yang harus ditangani yang tersebar luas di seluruh pelosok serta
panjangnya garis perbatasan darat dan laut antar negara dan banyaknya
pulau-pulau terluar yang tidak berpenghuni. Sedangkan pengembangan kawasan strategis
dan cepat tumbuh dihadapkan pada kurangnya kesiapan daerah dalam memanfaatkan
peluang yang ada, terbatasnya sumber daya manusia, rendahnya peranan swasta
dalam pembangunan, serta terbatasnya jaringan sarana dan prasarana fisik dan
ekonomi di daerah. Kerjasama antardaerah harus ditingkatkan untuk meningkatkan
kesatuan nasional dengan mengoptimal skala ekonomi. Dengan demikian peran
pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah terhadap pembangunan nasional
akan saling mengisi dan memperkuat.
Peran
infrastruktur di samping sebagai penunjang dan prasarana pembangunan, juga
untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Meskipun perekonomian mulai
membaik, pembangunan infrastruktur masih
banyak dihadapkan pada berbagai kendala sehingga dukungan infrastruktur bagi
pembangunan secara nasional masih lemah. Kondisi infrastruktur jalan masih
dalam keadaan kritis akibat kurangnya dana rehabilitasi dan pemeliharaan,
memburuknya kualitas konstruksi jalan, dan meningkatnya pelanggaran kelebihan
muatan. Pada tahun 2002 sekitar 43 persen jaringan jalan dalam kondisi rusak
ringan dan berat, termasuk sekitar 15.016 km jalan nasional dan jalan propinsi
serta sekitar 100.132 km jalan kabupaten. Kondisi yang sama juga dialami oleh
perkeretaapian dan angkutan laut nasional. Kualitas pelayanan dan keselamatan
semakin menurun dengan tidak memadainya operasi dan pemeliharaan, serta
banyaknya infrastruktur yang telah melampaui umur teknis.
Lambatnya
penyelesaian restrukturisasi menghambat pembangunan infrastruktur telekomunikasi
khususnya pembangunan sambungan tetap. Sejak tahun 1999, pertumbuhan sambungan
tetap setiap tahunnya sangat rendah, yaitu di bawah 5 persen sehingga pada
akhir tahun 2002, tingkat penetrasi sambungan tetap Indonesia masih di bawah 4
persen, jauh di bawah negara-negara Asia lainnya yang telah mencapai 12 persen.
Untuk mendorong pembangunan telekomunikasi, pemerintah melakukan terminasi dini
hak ekslusivitas PT Telkom dan PT Indosat. Selain itu, pemerintah juga telah
menetapkan kompensasi sebagai konsekuensi dari kebijakan terminasi dini dan
mereposisi PT Telkom dan PT Indosat sebagai Full Fixed Network and Service
Provider melalui kebijakan duopoli. Baik pemberian kompensasi maupun
penetapan kebijakan duopoli belum dapat meningkatkan penetrasi sambungan tetap
ataupun menciptakan kompetisi yang sehat antara lain disebabkan oleh belum
lengkapnya peraturan pendukung kompetisi, kurang tegasnya sikap terhadap
penyelenggara, serta kurang jelasnya pemisahan peran pemerintah dengan Badan
Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
Penyediaan
infrastruktur terkait dengan pendayagunaan sumberdaya air terutama untuk
penyediaan air irigasi masih memerlukan perhatian besar. Lebih dari 31 persen
jaringan irigasi membutuhkan rehabilitasi terutama di daerah-daerah penghasil
beras nasional di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Sementara itu
fleksibilitas pemanfaatan sumber dana sangat terbatas karena merupakan pinjaman
proyek yang bersumber dari luar negeri. Infrastruktur pengendalian daya rusak
air terutama untuk pengendalian banjir juga masih belum memadai sehingga di
beberapa daerah, bencana banjir menghambat kegiatan ekonomi dan menimbulkan
kerusakan baik di permukiman maupun fasilitas publik. Selain itu, kapasitas
tampung bangunan penampung air seperti waduk dan bendungan semakin menurun
akibat peningkatan sedimentasi sehingga keandalan penyediaan air baik untuk
irigasi maupun air baku menjadi menurun. Ketersediaan air minum diperkotaan dan
di perdesaan masih sangat rendah; baru sekitar 34 persen masyarakat yang mendapat
pelayanan air minum (diperkotaan baru mencapai 39 persen dan diperdesaan baru 8
persen) dan 75 persen yang memiliki pelayanan air limbah.
Upaya pemenuhan kebutuhan rumah khususnya bagi masyarakat
berpenghasilan rendah masih jauh dari memadai. Pada tahun 2000, jumlah rumah
yang tersedia mencapai 45,6 juta unit dari total rumah tangga sebanyak 51,5
juta tetapi bila dilihat dari tingkat kelayakannya jumlah rumah yang layak huni
hanya mencapai 31,4 juta unit; sehingga terdapat akumulasi defisit/back-log yang
pada tahun 2003 telah mencapai 5,9 juta unit. Sementara itu laju pertumbuhan
kebutuhan perumahan baru pada saat ini mencapai 800 ribu per tahun. Rendahnya
kemampuan penyediaan serta rendahnya kemampuan atau daya beli masyarakat
menyebabkan upaya pemenuhan kebutuhan perumahan yang ada dipenuhi oleh
masyarakat sendiri secara swadaya dengan tanpa pengaturan dan pengendalian,
yang pada akhirnya berdampak terhadap penambahan luasan permukiman kumuh. Pada
tahun 1996 luas kawasan kumuh mencapai 40 ribu ha dan meningkat pada tahun 2000
menjadi lebih dari 47,5 ribu ha yang tersebar di lebih 10 ribu lokasi dan
dihuni oleh 17,2 juta jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.bappenas.go.id/files/8213/5027/5942/bab-i-prioritas-pembangunan-nasional.pdf
https://iksanteguhpramono.wordpress.com/2018/01/07/prioritas-pembangunan-nasional-dalam-bidang-infrastruktur-dan-kebijakan-pemerintah-dalam-infrastruktur/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar