Jumat, 04 Januari 2019

Prioritas Pembangunan Nasional




MAKALAH

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

  
            Disusun Oleh :
1.     Arif Tri Kusuma                      (10315998)
2.     Michaell Ezra Sitompul          (14315167)
3.     M. Rizki Trinanda                   (14315419)
4.     Randy Satria. A. P                  (15315645)
5.     Ubaidillah                               (16315966)
6.     Yana Anggraeni                      (17315213)
 
           Kelompok / Semester       :  V / VII
           Dosen Pembimbing          :  Efa Wahyuni, SE.
           Kelas                                : 4TA02
 
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK  SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
  2018  
 
 
PRIORITAS PEMBANGUNANAN NASIONAL

2.2         PRIORITAS PEMBANGUNANAN NASIONAL
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Prioritas pembangunan nasional, pemerintah memiliki kebijakan untuk memilih pembangunan dibidang apa yang didahulukan dan diutamakan dari pada bidang yang lain, guna meningkatkan kesejahterakan rakyat. 
              Bagi Indonesia, infrastruktur merupakan salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan daya saing di dunia internasional, disamping sektor lain seperti minyak dan gas bumi, jasa keuangan dan manufaktur. Melalui kebijakan dan komitmen pembangunan infrastruktur yang tepat, maka hal tersebut diyakini dapat membantu mengurangi masalah kemiskinan, mengatasi persoalan kesenjangan antar-kawasan maupun antar-wilayah, memperkuat ketahanan pangan, dan mengurangi tekanan urbanisasi yang secara keseluruhan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Infrastruktur dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistim struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat,sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan,agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik.
              Pembangunan infrastruktur mempunyai manfaat langsung untuk peningkatan taraf hidup masyarakat dan kualitas lingkungan, karena semenjak tahap konstruksi telah dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekaligus menggerakkan sektor riil. Sementara pada masa layanan, berbagai multiplier ekonomi dapat dibangkitkan melalui kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur. Infrastruktur yang telah terbangun tersebut pada akhirnya juga memperbaiki kualitas permukiman dan lingkungan.
Dengan demikian, Pembangunan infrastruktur pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai 3 (tiga) strategic goals yaitu:
1.             Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan memperluas lapangan kerja.
2.             Meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan desa, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi desa dan meningkatkan akses infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi lokal.
3.             Meningkatkan kualitas lingkungan, yang bermaksud untuk mengurangi luas kawasan kumuh, perdesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil, dan pulau-pulau kecil.
Pembangunan Daerah dihadapkan pada permasalahan pokok berupa meningkatnya kesenjangan antara Jawa–Luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia–Kawasan Timur Indonesia, serta antara kota–desa. Pertumbuhan yang tidak seimbang antara kota-kota besar/metropolitan dengan kota-kota menengah dan kecil dengan pemusatan ekonomi di Pulau Jawa–Bali serta pertumbuhan kota-kota menengah dan kecil serta kawasan perdesaan yang berjalan lambat mengakibatkan berbagai kesenjangan tersebut di atas. Di samping itu, kemampuan masing-masing daerah tidak merata dalam kapasitas kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, pengelolaan keuangan, dan kapasitas anggota legislatif.
Pengembangan wilayah tertinggal dan wilayah perbatasan dihadapkan pada banyaknya wilayah tertinggal yang harus ditangani yang tersebar luas di seluruh pelosok serta panjangnya garis perbatasan darat dan laut antar negara dan banyaknya pulau-pulau terluar yang tidak berpenghuni. Sedangkan pengembangan kawasan strategis dan cepat tumbuh dihadapkan pada kurangnya kesiapan daerah dalam memanfaatkan peluang yang ada, terbatasnya sumber daya manusia, rendahnya peranan swasta dalam pembangunan, serta terbatasnya jaringan sarana dan prasarana fisik dan ekonomi di daerah. Kerjasama antardaerah harus ditingkatkan untuk meningkatkan kesatuan nasional dengan mengoptimal skala ekonomi. Dengan demikian peran pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah terhadap pembangunan nasional akan saling mengisi dan memperkuat.
Peran infrastruktur di samping sebagai penunjang dan prasarana pembangunan, juga untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Meskipun perekonomian mulai membaik, pembangunan infrastruktur masih banyak dihadapkan pada berbagai kendala sehingga dukungan infrastruktur bagi pembangunan secara nasional masih lemah. Kondisi infrastruktur jalan masih dalam keadaan kritis akibat kurangnya dana rehabilitasi dan pemeliharaan, memburuknya kualitas konstruksi jalan, dan meningkatnya pelanggaran kelebihan muatan. Pada tahun 2002 sekitar 43 persen jaringan jalan dalam kondisi rusak ringan dan berat, termasuk sekitar 15.016 km jalan nasional dan jalan propinsi serta sekitar 100.132 km jalan kabupaten. Kondisi yang sama juga dialami oleh perkeretaapian dan angkutan laut nasional. Kualitas pelayanan dan keselamatan semakin menurun dengan tidak memadainya operasi dan pemeliharaan, serta banyaknya infrastruktur yang telah melampaui umur teknis.
Lambatnya penyelesaian restrukturisasi menghambat pembangunan infrastruktur telekomunikasi khususnya pembangunan sambungan tetap. Sejak tahun 1999, pertumbuhan sambungan tetap setiap tahunnya sangat rendah, yaitu di bawah 5 persen sehingga pada akhir tahun 2002, tingkat penetrasi sambungan tetap Indonesia masih di bawah 4 persen, jauh di bawah negara-negara Asia lainnya yang telah mencapai 12 persen. Untuk mendorong pembangunan telekomunikasi, pemerintah melakukan terminasi dini hak ekslusivitas PT Telkom dan PT Indosat. Selain itu, pemerintah juga telah menetapkan kompensasi sebagai konsekuensi dari kebijakan terminasi dini dan mereposisi PT Telkom dan PT Indosat sebagai Full Fixed Network and Service Provider melalui kebijakan duopoli. Baik pemberian kompensasi maupun penetapan kebijakan duopoli belum dapat meningkatkan penetrasi sambungan tetap ataupun menciptakan kompetisi yang sehat antara lain disebabkan oleh belum lengkapnya peraturan pendukung kompetisi, kurang tegasnya sikap terhadap penyelenggara, serta kurang jelasnya pemisahan peran pemerintah dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
Penyediaan infrastruktur terkait dengan pendayagunaan sumberdaya air terutama untuk penyediaan air irigasi masih memerlukan perhatian besar. Lebih dari 31 persen jaringan irigasi membutuhkan rehabilitasi terutama di daerah-daerah penghasil beras nasional di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Sementara itu fleksibilitas pemanfaatan sumber dana sangat terbatas karena merupakan pinjaman proyek yang bersumber dari luar negeri. Infrastruktur pengendalian daya rusak air terutama untuk pengendalian banjir juga masih belum memadai sehingga di beberapa daerah, bencana banjir menghambat kegiatan ekonomi dan menimbulkan kerusakan baik di permukiman maupun fasilitas publik. Selain itu, kapasitas tampung bangunan penampung air seperti waduk dan bendungan semakin menurun akibat peningkatan sedimentasi sehingga keandalan penyediaan air baik untuk irigasi maupun air baku menjadi menurun. Ketersediaan air minum diperkotaan dan di perdesaan masih sangat rendah; baru sekitar 34 persen masyarakat yang mendapat pelayanan air minum (diperkotaan baru mencapai 39 persen dan diperdesaan baru 8 persen) dan 75 persen yang memiliki pelayanan air limbah.
Upaya pemenuhan kebutuhan rumah khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah masih jauh dari memadai. Pada tahun 2000, jumlah rumah yang tersedia mencapai 45,6 juta unit dari total rumah tangga sebanyak 51,5 juta tetapi bila dilihat dari tingkat kelayakannya jumlah rumah yang layak huni hanya mencapai 31,4 juta unit; sehingga terdapat akumulasi defisit/back-log yang pada tahun 2003 telah mencapai 5,9 juta unit. Sementara itu laju pertumbuhan kebutuhan perumahan baru pada saat ini mencapai 800 ribu per tahun. Rendahnya kemampuan penyediaan serta rendahnya kemampuan atau daya beli masyarakat menyebabkan upaya pemenuhan kebutuhan perumahan yang ada dipenuhi oleh masyarakat sendiri secara swadaya dengan tanpa pengaturan dan pengendalian, yang pada akhirnya berdampak terhadap penambahan luasan permukiman kumuh. Pada tahun 1996 luas kawasan kumuh mencapai 40 ribu ha dan meningkat pada tahun 2000 menjadi lebih dari 47,5 ribu ha yang tersebar di lebih 10 ribu lokasi dan dihuni oleh 17,2 juta jiwa.

DAFTAR PUSTAKA 

https://www.bappenas.go.id/files/8213/5027/5942/bab-i-prioritas-pembangunan-nasional.pdf

https://iksanteguhpramono.wordpress.com/2018/01/07/prioritas-pembangunan-nasional-dalam-bidang-infrastruktur-dan-kebijakan-pemerintah-dalam-infrastruktur/   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar