Minggu, 14 Oktober 2018

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN


MAKALAH
ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

    
Disusun Oleh :

1.         Arif Tri Kusuma                       (10315998)
2.         Michaell Ezra Sitompul            (14315167)
3.         M. Rizki Trinanda                    (14315419)
4.         Randy Satria. A. P                    (15315645)
5.         Ubaidillah                                  (16315966)
6.         Yana Anggraeni                        (17315213)

             Kelompok / Semester  :  V / VII
             Dosen Pembimbing     :  Efa Wahyuni, SE.
             Kelas                             : 4TA02



JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK  SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018






KATA PENGANTAR


    Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah dan inayahnya-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah di mata kuliah rekayasa drainase ini. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni nabi Muhammad SAW.
            Makalah yang kami susun ini agar pembaca dapat memperluas ilmu  tentang Aspek Hukum Dalam Pembangunan. Makalah ini dibuat untuk memperdalam pengetahuan tentang memahami Prinsip Yuridis Kontrak Konstruksi di Indonesia dan sekaligus sebagai tugas yang harus dipenuhi oleh mahasiswa dalam mata kuliah Aspek Hukum Dalam Pembangunan.
            Terlepas dari penyusunan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karenanya dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.



Depok, Oktober 2018



                                                                                                                                                                   Kelompok 5








BAB 1
PENDAHULUAN


1.1                   LATAR BELAKANG
Infrastruktur merupakan aspek penting dalam upaya pembangunan nasional. Infrastruktur berperan penting terhadap perkembangan dan penggerak dalam bidang sosial, ekonomi maupun pendidikan. Pembangunan infrastruktur sangat berperan penting dalam mendukung pembangunan nasional secara merata di setiap daerah yang ada di Indonesia. Pembangunan Infrastruktur menjadi kewajiban pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pembangunan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas  serta perekonomian suatu daerah, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan perekonomian nasional. Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa “ Perekonomian nasional tersebut diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan kesatuan ekonomi nasional”.
Bidang jasa konstruksi merupakan bidang yang utama dalam melaksanakan agenda  pembangunan nasional. Jasa konstruksi sebagai salah satu bidang dalam sarana  pembangunan, sudah sepatutnya diatur dan dilindungi secara hukum agar terjadi situasi yang objektif dan kondusif dalam pelaksanaannya. Hal ini telah sesuai dengan UU  Nomor 18 Tahun 1999 beserta PP Nomor 28, 29, dan 30 Tahun 2000 serta peraturan  perundang-undangan lain yang terkait. Sebagaimana diketahui bahwa UU Nomor 18 Tahun 1999 ini menganut asas : kejujuran dan keadilan, asas manfaat, asas keserasian, asas keseimbangan, asas keterbukaan, asas kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat,  bangsa dan negara (Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 1999).
Dalam makalah ini akan dibahas tentang aspek hukum dalam pembangunan. Aspek hukum dalam pembangunan yang dilihat dari berbagai aspek seperti hukum- hukum dalam pembangunan, prioritas pembangunan nasional dalam bidang infrastruktur dan kebijakan pemerintah dalam infrastrutur, fungsi dan peran APBN, Struktur dan susunan APBN, dan prinsip-  prinsip dalam APBN.

1.2               MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan dari makalah aspek hukum dalam pembangunan adalah sebagai berikut :
1.    Mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang hukuk-hukum yang berlaku dalam pembangunan.
2.             Mahasiswa dapat mengerti dan memahami prioritas pembangunan nacional
3.             Mahasiswa dapat mengerti dan memahami APBN.

1.3                SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang digunakan dalam makalah aspek hukum dalam pembangunan sebagai berikut :
BAB 1   PENDAHULUAN
           Menjelaskan latar belakang, maksud dan  tujuan, batasan masalah, dan sistematika makalah.
BAB 2   PEMBAHASAN
Menjelaskan tentang hukum- hukum dalam pembangunan, prioritas pembangunan nasional dalam bidang infrastruktur dan kebijakan pemerintah dalam infrastrutur, fungsi dan peran APBN, Struktur dan susunan APBN, dan prinsip-  prinsip dalam APBN.
BAB 3   PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran dari aspek hukum dalam pembangunan pada makalah ini.
  




BAB 2
PEMBAHASAN


2.1         APEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
Permasalahan hukum sering terjadi dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, terutama berkaitan dengan kontrak, salah satu pihak diuntungkan dan pihak lainnya dirugikan. Oleh karena itu, perlu untuk dipahami mengenai konsep dasar dari aspek hukum dan aspek kontraktual dalam tata hukum/perundangan yang berlaku di Indonesia dan di luar Indonesia serta mahasiswa mampu memetakan peranan aspek legal dan kontraktual dalam kontrak konstruksi.
Modul Aspek Hukum dan Kontraktual akan membahas mengenai Sistem Hukum Indonesia yang terdiri dari:
1.            Hukum Perdata yang meliputi Hukum Perikatan dan Hukum Perjanjian.
2.       Perjanjian yang meliputi syarat sahnya perjanjian, akibat dari perjanjian dan berakhirnya perjanjian.
3.           Wanprestasi.
4.            Somasi.
5.            Sanksi dan Ganti Rugi.
6.            Hukum dalam Kontrak Konstruksi.
Sistem Hukum Indonesia pada dasarnya dikelompokkan dalam hukum pidana dan perdata (delik aduan). Dasar hukum di Indonesia adalah Hukum Kontinental (Civil Law-Eropa) yang mengandalkan kitab undang-undang. Dasar hukum lainnya adalah Common Law (Anglo Saxon) yang melandaskan pada Yurisprudensi. Landasan/Sumber Utama hukum yang berlaku saat pemerintahan Belanda pada tahun 1938 yaitu Burgelijk Wetboek yang saat ini disebut Hukum Perdata Indonesia.

2.1.1      Hukum Perdata
1.             Hukum Perikatan
Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata berlaku sejak tahun 1945 yang terdiri dari 1993 pasal dalam 4 buku yaitu tentang ORANG, tentang KEBENDAAN, tentang PERIKATAN dan tentang PEMBUKTIAN DAN DALUWARSA. Definisi mengenai hukum perikatan adalah sebagai berikut Hukum perikatan (Verbintenissenrecht) adalah kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara subyek hukum dengan obyek hukum yang satu dengan lainnya dalam bidang harta kekayaan (hak dan kewajiban). Unsur-unsur yang terdapat dalam hukum perikatan adalah adanya kaidah hukum (tertulis/tidak tertulis), adanya subyek hukum, adanya obyek hukum dan dalam bidang harta kekayaan (hak dan kewajiban).
2.             Hukum Perjanjian
Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.  

2.1.2             Perjanjian
1.             Syarat Sah Perjanjian
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah:
1.    Kesepakatan para pihak.
Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut; adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 BW); adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.
2.    Kecakapan untuk membuat perikatan (misal: cukup umur, tidak dibawah pengampuan dll). Pasal 1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan :
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
3.    Menyangkut hal tertentu.
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

2.             Akibat Dari Perjanjian
Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu:
1.    perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2.    perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang.
3.    Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik.Ketentuan yang ada pada Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata memuat asas-asas dan prinsip kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian. Dalam hukum perdata pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik dari segi bentuk maupun muatan, selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, kesusilaan, kepatutan dalam masyarakat (lihat Pasal 1337 KUHPerdata).

3.             Akhirnya Perjanjian
Perjanjian berakhir karena :
1.    ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu.
2.    undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian.
3.    para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus. Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain.

2.1.3             Wanprestasi
Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur.
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:
1.             Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya  maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2.             Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
3.             Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2.1.4      Somasi
Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu.
Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyakan bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila iadengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Adapun bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
1.             Surat perintah
Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”
2.             Akta sejenis
Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
3.             Tersimpul dalam perikatan itu sendiri
Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi. Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.

2.1.4             Sanksi
Apabila debitur melakukan wanprestasi maka ada beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada debitur, yaitu:
1.             Membayar kerugian yang diderita kreditur.
2.             Pembatalan perjanjian.
3.             Peralihan resiko.
4.             Membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan dimuka hakim.

2.1.5             Ganti Rugi
Penggantian kerugian dapat dituntut menurut undang-undang berupa “kosten, schaden en interessen” (pasal 1243 dsl). Yang dimaksud kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving).

2.1.6             Hukum dan Kontrak Konstruksi
1.             Definisi kontrak menurut Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003, Kontrak adalah perikatan antara pengguna barang/jasa dengan penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Kontrak kerja konstruksi menurut UU Jasa Kontruksi No 18 Tahun 1999 adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hokum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kontrak konstruksi mengatur kedudukan para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian kontrak tersebut. Kedudukan, hak dan kewajiban dari pihak-pihak tersebut baik  itu pengguna jasa dan penyedia jasa adalah sama secara hukum.
2.             Kontrak konstruksi merupakan suatu produk hukum. Elemen (bagian-bagian kontrak merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan satu dari lainnya, dan merupakan suatu kesatuan yang mengikat karena seluruh elemen kontrak mempunyai kedudukan dan konsekuensi hukum yang sama terhadap masing-masing pihak yang mengikat diri dalam kontrak.
3.             Kontrak konstruksi diatur dalam Undang-undang No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2000, Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 2000 dan Peraturan No 30 Tahun 2000. Kontrak konstruksi juga diatur dalam Keputusan Presiden No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan perubahannya.

2.2         PRIORITAS PEMBANGUNANAN NASIONAL
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Prioritas pembangunan nasional, pemerintah memiliki kebijakan untuk memilih pembangunan dibidang apa yang didahulukan dan diutamakan dari pada bidang yang lain, guna meningkatkan kesejahterakan rakyat. 
              Bagi Indonesia, infrastruktur merupakan salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan daya saing di dunia internasional, disamping sektor lain seperti minyak dan gas bumi, jasa keuangan dan manufaktur. Melalui kebijakan dan komitmen pembangunan infrastruktur yang tepat, maka hal tersebut diyakini dapat membantu mengurangi masalah kemiskinan, mengatasi persoalan kesenjangan antar-kawasan maupun antar-wilayah, memperkuat ketahanan pangan, dan mengurangi tekanan urbanisasi yang secara keseluruhan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Infrastruktur dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistim struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat,sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan,agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik.
              Pembangunan infrastruktur mempunyai manfaat langsung untuk peningkatan taraf hidup masyarakat dan kualitas lingkungan, karena semenjak tahap konstruksi telah dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekaligus menggerakkan sektor riil. Sementara pada masa layanan, berbagai multiplier ekonomi dapat dibangkitkan melalui kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur. Infrastruktur yang telah terbangun tersebut pada akhirnya juga memperbaiki kualitas permukiman dan lingkungan.
Dengan demikian, Pembangunan infrastruktur pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai 3 (tiga) strategic goals yaitu:
1.             Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan memperluas lapangan kerja.
2.             Meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan desa, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi desa dan meningkatkan akses infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi lokal.
3.             Meningkatkan kualitas lingkungan, yang bermaksud untuk mengurangi luas kawasan kumuh, perdesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil, dan pulau-pulau kecil.
Pembangunan Daerah dihadapkan pada permasalahan pokok berupa meningkatnya kesenjangan antara Jawa–Luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia–Kawasan Timur Indonesia, serta antara kota–desa. Pertumbuhan yang tidak seimbang antara kota-kota besar/metropolitan dengan kota-kota menengah dan kecil dengan pemusatan ekonomi di Pulau Jawa–Bali serta pertumbuhan kota-kota menengah dan kecil serta kawasan perdesaan yang berjalan lambat mengakibatkan berbagai kesenjangan tersebut di atas. Di samping itu, kemampuan masing-masing daerah tidak merata dalam kapasitas kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, pengelolaan keuangan, dan kapasitas anggota legislatif.
Pengembangan wilayah tertinggal dan wilayah perbatasan dihadapkan pada banyaknya wilayah tertinggal yang harus ditangani yang tersebar luas di seluruh pelosok serta panjangnya garis perbatasan darat dan laut antar negara dan banyaknya pulau-pulau terluar yang tidak berpenghuni. Sedangkan pengembangan kawasan strategis dan cepat tumbuh dihadapkan pada kurangnya kesiapan daerah dalam memanfaatkan peluang yang ada, terbatasnya sumber daya manusia, rendahnya peranan swasta dalam pembangunan, serta terbatasnya jaringan sarana dan prasarana fisik dan ekonomi di daerah. Kerjasama antardaerah harus ditingkatkan untuk meningkatkan kesatuan nasional dengan mengoptimal skala ekonomi. Dengan demikian peran pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah terhadap pembangunan nasional akan saling mengisi dan memperkuat.
Peran infrastruktur di samping sebagai penunjang dan prasarana pembangunan, juga untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Meskipun perekonomian mulai membaik, pembangunan infrastruktur masih banyak dihadapkan pada berbagai kendala sehingga dukungan infrastruktur bagi pembangunan secara nasional masih lemah. Kondisi infrastruktur jalan masih dalam keadaan kritis akibat kurangnya dana rehabilitasi dan pemeliharaan, memburuknya kualitas konstruksi jalan, dan meningkatnya pelanggaran kelebihan muatan. Pada tahun 2002 sekitar 43 persen jaringan jalan dalam kondisi rusak ringan dan berat, termasuk sekitar 15.016 km jalan nasional dan jalan propinsi serta sekitar 100.132 km jalan kabupaten. Kondisi yang sama juga dialami oleh perkeretaapian dan angkutan laut nasional. Kualitas pelayanan dan keselamatan semakin menurun dengan tidak memadainya operasi dan pemeliharaan, serta banyaknya infrastruktur yang telah melampaui umur teknis.
Lambatnya penyelesaian restrukturisasi menghambat pembangunan infrastruktur telekomunikasi khususnya pembangunan sambungan tetap. Sejak tahun 1999, pertumbuhan sambungan tetap setiap tahunnya sangat rendah, yaitu di bawah 5 persen sehingga pada akhir tahun 2002, tingkat penetrasi sambungan tetap Indonesia masih di bawah 4 persen, jauh di bawah negara-negara Asia lainnya yang telah mencapai 12 persen. Untuk mendorong pembangunan telekomunikasi, pemerintah melakukan terminasi dini hak ekslusivitas PT Telkom dan PT Indosat. Selain itu, pemerintah juga telah menetapkan kompensasi sebagai konsekuensi dari kebijakan terminasi dini dan mereposisi PT Telkom dan PT Indosat sebagai Full Fixed Network and Service Provider melalui kebijakan duopoli. Baik pemberian kompensasi maupun penetapan kebijakan duopoli belum dapat meningkatkan penetrasi sambungan tetap ataupun menciptakan kompetisi yang sehat antara lain disebabkan oleh belum lengkapnya peraturan pendukung kompetisi, kurang tegasnya sikap terhadap penyelenggara, serta kurang jelasnya pemisahan peran pemerintah dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
Penyediaan infrastruktur terkait dengan pendayagunaan sumberdaya air terutama untuk penyediaan air irigasi masih memerlukan perhatian besar. Lebih dari 31 persen jaringan irigasi membutuhkan rehabilitasi terutama di daerah-daerah penghasil beras nasional di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Sementara itu fleksibilitas pemanfaatan sumber dana sangat terbatas karena merupakan pinjaman proyek yang bersumber dari luar negeri. Infrastruktur pengendalian daya rusak air terutama untuk pengendalian banjir juga masih belum memadai sehingga di beberapa daerah, bencana banjir menghambat kegiatan ekonomi dan menimbulkan kerusakan baik di permukiman maupun fasilitas publik. Selain itu, kapasitas tampung bangunan penampung air seperti waduk dan bendungan semakin menurun akibat peningkatan sedimentasi sehingga keandalan penyediaan air baik untuk irigasi maupun air baku menjadi menurun. Ketersediaan air minum diperkotaan dan di perdesaan masih sangat rendah; baru sekitar 34 persen masyarakat yang mendapat pelayanan air minum (diperkotaan baru mencapai 39 persen dan diperdesaan baru 8 persen) dan 75 persen yang memiliki pelayanan air limbah.
Upaya pemenuhan kebutuhan rumah khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah masih jauh dari memadai. Pada tahun 2000, jumlah rumah yang tersedia mencapai 45,6 juta unit dari total rumah tangga sebanyak 51,5 juta tetapi bila dilihat dari tingkat kelayakannya jumlah rumah yang layak huni hanya mencapai 31,4 juta unit; sehingga terdapat akumulasi defisit/back-log yang pada tahun 2003 telah mencapai 5,9 juta unit. Sementara itu laju pertumbuhan kebutuhan perumahan baru pada saat ini mencapai 800 ribu per tahun. Rendahnya kemampuan penyediaan serta rendahnya kemampuan atau daya beli masyarakat menyebabkan upaya pemenuhan kebutuhan perumahan yang ada dipenuhi oleh masyarakat sendiri secara swadaya dengan tanpa pengaturan dan pengendalian, yang pada akhirnya berdampak terhadap penambahan luasan permukiman kumuh. Pada tahun 1996 luas kawasan kumuh mencapai 40 ribu ha dan meningkat pada tahun 2000 menjadi lebih dari 47,5 ribu ha yang tersebar di lebih 10 ribu lokasi dan dihuni oleh 17,2 juta jiwa.



2.3                   ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)
2.3.1      Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
Penyusunan APBN memiliki tujuan sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam melaksanakan kegiatan kenegaraan untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja dalan rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, anggaran pendapatan dan belanja negara harus dirumuskan sedemikian rupa yang mencakup perkiraan periodik dari semua pengeluaran dan sumber penerimaan. Dalam Undang - Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 3 dikemukakan tentang fungsi APBN, sebagai berikut :
1.           Fungsi Otorisasi
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2.           Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3.           Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4.             Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5.           Fungsi distribusi
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6.           Fungsi Stabilisasi
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

2.3.2              Peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Beberapa peran anggaran pendapatan dan belanja negara adalah sebagai berikut :
1.           Menciptakan kestabilan keuangan ataupun moneter negara.
Negara dapat mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat umum. Tanpa adanya APBN dan tanpa adanya kestabilan uang yang beredar di masyarakat nantinya akan membuat situasi kacau. Jika situasi sudah kacau berkaitan dengan kestabilan uang yang beredar di masyarakat, akan menyusahkan pemerintahan negara sendiri. Seperti contohnya adalah kekacauan tersebut berbentuk, masyarakat yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin, karena tidak adanya kestabilan uang yang beredar di masyarakat.
2.             Meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia.
Dengan adanya APBN negara atau pemerintahan dapat mengetahui besarnya  GNP dari satu tahun ke tahun yang selanjutnya. GNP (Gross National Product) merupakan indikator-indikator ekonomi yang digunakan untuk menghitung pendapatan nasional suatu negara.
3.          Memperlancar distribusi pendapatan.
Lancarnya distribusi pendapatan berfungsi untuk mengetahui sumber dana penerimaan dan penggunaan dana untuk belanja para pegawai pemerintah. Selain itu juga dana untuk belanja barang yang dilakukan oleh pegawai pemerintahan, dan sebagainya. Oleh karena itu, para pihak yang mengatur distribusi pendapatan haruslah memastikan bahwa distribusi pendapatan atau anggaran untuk para pegawai tidak terjadi masalah.
4.           Menciptakan investasi di masyarakat.
Masyarakat selanjutnya dapat mengembangkan bermacam-macam industri di dalam negeri. Masih banyak sekali SDA yang ada di Indonesia yang bisa dikembangkan oleh masyarakat. Dengan pengembangan investasi yang dikembangkan oleh masyarakat, akan membantu perekonomian masyarakat itu sendiri maupun pendapatan bagi negara. Jadi seperti simbiosis mutualisme. Simbiosis mutualisme sangatlah dibutuhkan bagi negara berkembang seperti Indonesia ini, karena jika masyarakat berkembang investasinya, tentunya negara pun berkembang juga dan pastinya mempengaruhi kedudukannya di dunia.
5.          Memperluas kesempatan kerja.
Seperti yang kita tahu bahwa terdapat banyak macam dan jenis pembangunan proyek-proyek negara dan investasi negara. Proyek-proyek pembangunan yang bisa kita lihat saat ini lebih mengikutkan masyarakat. Pemerintahan lebih terbuka dan transparan. Proyek-proyek pembangunan tersebut antara lain yaitu pembangunan jalan tol, perbaikan drainase, dan proyek pembangunan lainnya yang melibatkan masyarakat. Dengan terbukanya dan meluasnya kesempatan kerja, masyarakat kesejahteraannya dapat meningkat dan terjamin.

2.3.3             Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Struktur dan komponen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah sebagai berikut :
1.          Pendapatan Negara dan Hibah 
Pendapatan negara adalah penambahan nilai kekayaan bersih dalam sebuah negara. Beberapa sumber pendapatan negara antara lain : 
a.  Penerimaan Pajak, meliputi : 
1)    Pendapatan Pajak Dalam Negeri
2)    Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional
b.  Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), meliputi : 
1)     Penerimaan Sumber Daya Alam
2)     Pendapatan Laba BUMN
3)     Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU)
4)     Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya
2.           Belanja Negara 
Belanja Negara adalah pengurangan nilai kekayaan bersih dari suatu negara oleh pemerintahan dalam periode tertentu. Beberapa belanja negara antara lain : 
a.  Belanja Pegawai
b.  Belanja Barang
c.   Belanja Modal
d.   Belanja Bunga dan Pinjaman
e.   Subsidi (Energi dan Non Energi)
f.    Belanja Hibah
g.   Belanja Bantuan Sosial
h.   Belanja Lain-lain
3.           Keseimbangan Primer APBN
Keseimbangan Primer adlah Jumlah pendapatan Negara dikurangi belanja negara diluar pembayaran bunga utang. Pemerintah dianggap berhasil apabila jumlah pendapatan negara lebih besar daripada belanja negara. 
4.          Surplus/Defisit Anggaran APBN
Surplus Anggaran adalah keadaan dimana pendapatan negara lebih besar dari belanja negara. Defisit Anggaran adalah keadaan dimana belanja negara lebih besar dari pendapatan negara. 
5.           Pembiayaan APBN
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayarkan kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan mupun pada tahun anggarang berikutnya.

2.3.4             Prinsip Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Penyusunan APBN didasarkan pada prinsip umum yang meliputi berbagai aspek-aspek, antara lain sebagai berikut :
1.          Prinsip penyusunan berdasarkan aspek pendapatan 
a.    Mengindetifikasikan penerimaan sektor anggaran dalam jumlah dan ketepatan penyetoran.
b.    Mengintensifkan penagihan dan pemungutan piutang negara, misalkan sewa penggunaan barang-barang milik negara, sewa pelabuhan dan bandara.
c.    Mengintensifkan tuntutan ganti rugi yang diderita oleh negara dan denda yang dijanjikan. 
2.          Prinsip penyusunan APBN berdasarkan aspek pengeluaran
a.    Efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan teknis yang ada.
b.    Terarah dan terkendali sesuai dengan anggaran dan program kegiatan.
c.    Menggunakan semaksimal mungkin produk-produk dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan yang dimiliki
Sejak Orde Baru mulai membangun, APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip : prinsip anggaran berimbang (balance budget), prinsip anggaran dinamis dan prinsip anggaran fungsional. Masing-masing prinsip ini dapat diukur dengan cara perhitungan tertentu (Susento, 1995). Namun sejak tahun 1999 tidak lagi digunakan prinsip anggaran berimbang dalam menyusun APBN. APBN disusun berdasarkan prinsip anggaran defisit.
1.       Prinsip Anggaran Defisit 
Bedanya dengan prinsip anggaran berimbang adalah bahwa pada anggaran defisit ditentukan :
a.    Pinjaman luar negeri tidak dicatat sebagai sumber penerimaan melainkan sebagai sumber pembiayaan. 
b.    Defisit anggaran ditutup dengan sumber pembiayaan dalam negeri + sumber pembiayaan luar negeri (bersih)
2.      Prinsip Anggaran Dinamis 
Terdapat anggaran dinamis absolut dan anggaran dinamis relatif. Anggaran dikatakan bersifat dinamis absolut apabila tabungan pemerintah dari tahun ke tahun terus meningkat. Anggaran bersifat dinamis relatif apabila prosentase kenaikan
3.       Prinsip Anggaran Fungsional 
Anggaran fungsional berarti bahwa bantuan/ pinjaman luar negeri hanya berfungsi untuk membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk membiayai anggaran belanja rutin. Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan luar negeri hanya sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan. Artinya semakin kecil sumbangan bantuan/ pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran pembangunan, maka makin besar fungsionalitas anggaran. 
 


BAB 3
PENUTUP


1.1              KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpul sebagai berikut :
1.             Permasalahan hukum sering terjadi dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, terutama berkaitan dengan kontrak, salah satu pihak diuntungkan dan pihak lainnya dirugikan. Oleh karena itu, perlu untuk dipahami mengenai konsep dasar dari aspek hukum dan aspek kontraktual dalam tata hukum/perundangan yang berlaku di Indonesia dan di luar Indonesia serta mahasiswa mampu memetakan peranan aspek legal dan kontraktual dalam kontrak konstruksi.
2.        Prioritas pembangunan nasional, pemerintah memiliki kebijakan untuk memilih pembangunan dibidang apa yang didahulukan dan diutamakan dari pada bidang yang lain, guna meningkatkan kesejahterakan rakyat. Bagi Indonesia, infrastruktur merupakan salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan daya saing di dunia internasional, disamping sektor lain seperti minyak dan gas bumi, jasa keuangan dan manufaktur. Pembangunan infrastruktur pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai 3 (tiga) strategic goals yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan desa, dan meningkatkan kualitas lingkungan.
3.             Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. Srtruktur APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer, surplus/defisit, dan pembiayaan. Prinsip APBN terdiri dari prinsip anggaran defisit, prinsip anggaran dinamis, prinsip anggaran fungsional.

3.2         Saran           
Penulis berharap makalah tentang aspek hukum dalam pembangunan ini bermanfaat untuk pembaca, dan kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dan kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya tentang aspek hukum dalam pembangunan.



DAFTAR PUSTAKA


Abees, 2013. Struktur APBN. [online] https://abees1010.wordpress.com/2013/04/17/struktur-apbn/
[diakses pada 4 Oktober 2018].

Adri Aswin, 2014. Prinsip Dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). [online] http://layarasdos.blogspot.co.id/2014/06/prinsip-dalam-apbn-anggaran-pendapatan.html [diakses pada 4 Oktober 2018].

Bappenas, 2017. Prioritas Pembangunan Nasional. [online] https://www.bappenas.go.id/files/8213/5027/5942/bab-i-prioritas-pembangunan-nasional.pdf [diakses pada 9 Oktober 2018].

Enigma, 2017. Peran APBN Terhadap Perekonomian Masyarakat. [online] http://www.bhataramedia.com/forum/sebutkan-dan-jelaskan-5-peranan-apbn-terhadap-perekonomian-masyarakat/ [diakses pada 4 Oktober 2018].

Falah Khariswa, 2017.  Fungsi Dan Tujuan APBN. [online] http://falah-kharisma.blogspot.co.id/2015/10/fungsi-dan-tujuan-apbn.html [diakses pada 4 Oktober 2018].

Ikhsan Teguh Pramono, 2018. Prioritas Pembangunan Nasional dalam Bidang Infrastruktur dan Kebijakan Pemerintah dalam Infrastruktur. [online] https://iksanteguhpramono.wordpress.com/2018/01/07/prioritas-pembangunan-nasional-dalam-bidang-infrastruktur-dan-kebijakan-pemerintah-dalam-infrastruktur/  [diakses pada 9 Oktober 2018].

Unitedgank007, 2016. Modul Aspek Hukum dan Manajemen Proyek. [online] unitedgank007.blogspot.com/2016/01/modul-aspek-hukum-dan-manajemen-proyek.html [diakses pada 7 Oktober 2018]