Minggu, 05 Maret 2017

Study Kasus



         


       Pengembangan infrastruktur, jalan lingkar, regional disparity
                            Wilayah Simeulue Aceh

Pertumbuhan dan perkembangan kota atau wilayah berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan penduduk, disamping itu jumlah penduduk yang senantiasa bertambah juga memiliki kontribusi yang besar bagi peningkatan kebutuhan penduduk. Dengan pertambahan kebutuhan penduduk maka akan bertambah pula permintaan perjalanan berupa peningkatan aktivitas pergerakan orang dan barang dalam suatu wilayah atau kota, yang mana aktivitas pergerakan ini mutlak memerlukan sarana dan prasarana transportasi yang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas. Pembangunan infrastruktur transportasi berupa prasarana dan sarana jalan raya, prasarana dan sarana jaringan kereta api, angkutan sungai, laut dan udara, semuanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan segala aktivitas pergerakan orang dan barang yang menyertainya.
          Kesulitan dalam penyediaan infrastruktur sudah mulai berlangsung sejak lama. Persoalannya antara lain meliputi keterbatasan dana dari pemerintah, peningkatan penduduk yang terus berlangsung terutama di kota-kota besar, krisis ekonomi di era otonomi, menjadi penyebab perkembangan infrastruktur kalah cepat dibandingkan dengan dinamika pertumbuhan yang ada.
Jalan merupakan salah satu sarana lalu lintas yang memiliki peranan penting dalam mensukseskan program pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Wilayah Kabupaten Simeulue, merupakan salah satu wilayah yang terkena dampak tsunami pada tahun 2004 sebagaimana halnya dengan wilayah lain di Provinsi Aceh. Pasca tsunami pengembangan wilayah yang tidak merata di setiap daerahnya, sehingga timbul beberapa kendala yang dihadapi dalam pembangunan jalan diantaranya di Kabupaten Simeulue. Luas wilayah yang harus ditangani, dan pusat-pusat komunitas yang tersebar, distribusi penduduk dan sumber daya ekonomi yang tidak merata dan rendahnya pendapatan masyarakat. menyebabkan perlunya kebijakan dan perencanaan yang efektif dalam pembangunan jalan di wilayah tersebut. Selain itu kendala lain yang sangat berpengaruh bagi pembangunan jalan di Kabupaten Simeulue adalah jumlah anggaran biaya pembangunan jalan yang sangat terbatas, sehingga harus menentukan prioritas pembangunan jalan secara tepat dalam pengambilan keputusan sehingga tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan dan besarnya manfaat yang diperoleh.
Untuk pembangunan jalan tersebut diperlukan suatu metode pengambilan keputusan yang tepat agar dapat membantu para pengambil kebijakan dalam menentukan prioritas sesuai dengan kebutuhan dan manfaatnya yang melibatkan semua stakeholders. Salah satu metode pengambilan keputusan yang dapat digunakan adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan urutan prioritas pembangunan jalan di Kabupaten Simeulue, serta membandingkan hasil urutan prioritas pembangunan jalan antara Keputusan Bina Marga dengan metode AHP.
Penelitian ini dibatasi pada penyusunan model pengambilan keputusan dengan metode AHP dengan teknik rasio manfaat dan biaya dalam penentuan prioritas pembangunan jalan. Dari tahapan tersebut diperoleh 7 (tujuh) ruas jalan terpilih untuk dibuat prioritas pembangunannya yaitu (1) Sinabang – Nasreuhe; (2) Nasreuhe – Alafan; (3) Alafan – Seurafon; (4) Serafon - Lewak Hulu; (5) Lewak Hulu - Lhok Makmur – Sangiran; (6) Sinabang - Lugu Sibahak; dan (7) Lugu Sibahak - Sangiran.


Jalan

Menurut Undang–Undang RI No.22 Tahun 2009 yang dimaksud dengan jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkapnya yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, yang berada dibawah permukaan tanah, diatas pemukaaan tanah, dibawah permukaan air, serta diatas pemukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Jalan mempunyai peranan untuk mendorong pembangunan semua satuan wilayah pengembangan, dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar daerah. Jalan merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah lainnya.
Berdasarkan Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang jalan, sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki. Jalan berdasarkan statusnya dibagi menurut kewenangan pembinaan, yaitu: jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

Pengembangan Infrastruktur Wilayah

          Pengembangan infrastruktur di masa yang akan datang harus direncanakan agar dapat mendukung tujuan pembangunan secara umum dari suatu negara, termasuk pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan daerah, dan membuka kesempatan kerja. Artinya untuk mencapai tujuan tersebut perlu perumusan kebijakan transportasi dan hal-hal penting terkait langsung maupun yang tidak langsung (Kodoatie, 2003).


Kesenjangan Wilayah (Regional Disparity)

           Kesenjangan wilayah (regional disparity) adalah hal yang wajar bagi proses pengembangan suatu wilayah, karena perbedaan karakteristik wilayah dan sumber daya antar wilayah. Kesenjangan menjadi masalah apabila wilayah yang tertinggal merasa hal tersebut terjadi karena kesalahan dan kegagalan sistem pembangunan (Arafia, 2012).


            Penentuan Skala Prioritas Jalan berdasarkan SK.No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990

Metode dari Dirjen Bina Marga adalah merupakan  pedoman perencanaan jalan kabupaten yang diterbitkan oleh Dirjen Bina Marga sebagai acuan  dalam menentukan urutan prioritas penanganan jalan kabupaten (Dirjen Bina Marga, 1990).  Pada  persiapan program tahunan dijelaskan beberapa kriteria peringkat prioritas penanganan jalan yaitu:
1.  Kriteria pokok yang dipakai untuk pemilihan prioritas adalah Manfaat/kelayakan (NPV)/Km, dengan memberikan prioritas pertama pada proyek yang NPV/Km-nya tertinggi.
2.  Kode evaluasi proyek juga diberikan pada proyek-proyek dengan tanda kisaran NPV/Km untuk petunjuk pemilihannya.
                 
            Penentuan Skala Prioritas Dengan Analytical Hierarchy Process (AHP)

Suryadi dan Ramdhani (2002) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu  altenatif. Peralatan utama AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu  masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan kedalam kelompok-kelompoknya. Kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki.
Menurut Suyasa (2007), dalam pengambilan keputusan hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pengambilan data, dimana data ini diharapkan dapat mendekati  nilai sesungguhnya. Derajat kepentingan pelanggan dapat dilakukan dengan pendekatan perbandingan berpasangan. Untuk setiap kriteria dan alternatif kita harus melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yaitu membandingkan setiap elemen yang lainnya pada setiap tingkat hirarki secara berpasangan sehingga nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif. Untuk mengkuantitatifkan pendapat kualitatif tersebut digunakan skala penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kualitatif).          


           Model Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Analisa Manfaat dan Biaya

Permadi (1992) menyatakan bahwa, selama ini perhitungan analisa manfaat dan biaya dilakukan dengan metode analisa keuangan yang menekankan pada tingkat diskonto dan nilai sekarang (present value). Apabila selisih antara nilai sekarang manfaat dan biaya yang dihitung secara terpisah lebih besar dari nol, maka proyek tersebut layak dijalankan. Demikian juga kalau rasio manfaat dan biayanya mengandalkan pada penilaian keuangan semata-mata mempunyai kelemahan besar yaitu tidak diperhitungkannya unsur-unsur kualitatif yang kemungkinan dapat mempengaruhi kenyataan.


Matrik Perbandingan Berpasangan 
  
Suryadi dan Ramdhani (2002) berpendapat bahwa skala perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai–nilai fundamental AHP dengan pembobotan dari nilai 1 untuk sama penting sampai 9 untuk sangat penting sekali. Dari susunan matrik perbandingan berpasangan dihasilkan sejumlah prioritas yang merupakan pengaruh relatif sejumlah elemen pada elemen di dalam tingkat yang ada diatasnya. Perhitungan eigen vector dengan mengalikan elemen-elemen pada setiap baris dan mengalikan dengan akar n, dimana n adalah elemen. Kemudian melakukan normalisasi untuk menyatukan jumlah kolom yang diperoleh. Dengan membagi setiap nilai dengan total nilai pembuat keputusan bisa menentukan tidak hanya urutan ranking prioritas setiap tahap  perhitungannya tetapi juga besaran prioritasnya. Kriteria tersebut dibandingkan berdasarkan opini setiap pembuat keputusan dan kemudian diperhitungkan prioritasnya.


Perhitungan Bobot Elemen 

Menurut Suryadi dan Ramdhani (2002), perhitungan bobot elemen dilakukan dengan menggunakan suatu matriks. Bila dalam suatu sub sistem operasi terdapat ‘n” elemen operasi yaitu elemen-elemen operasi A1, A2, A3, ...An, maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen tersebut akan membentuk suatu matrik pembanding. Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Matriks An x n merupakan matriks resiprokal. Dan diasumsikan terdapat elemen, yaitu …. yang akan dinilai secara perbandingan.

Perhitungan Konsistensi dalam Metode AHP

Menurut Suryadi dan Ramdhani (2002), pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga matrik tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini dapat terjadi karena tidak konsisten dalam preferensi seseorang, contoh konsistensi matrik sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1.


A =

i
j
k
i
1
¼
½
i
4
1
2
k
2
½
1
Gambar 1 Konsistensi Matrik (Suryadi dan Ramdhani, 2002)

Matrik A tersebut konsisten karena :
aij x ajk = aik   ----    = 4 x ½ = 2
aik x akj = aij   ----    = 2 x 2   = 4
ajk x aki = aji   ----    = ½ x ½ = ¼
Matrik random dengan skala penilaian 1 sampai dengan 9 beserta kebalikannya sebagai Indeks Random (RI). Dengan Indeks Random (RI) setiap ordo matriks seperti diperlihatkan pada Tabel 1. 

Tabel 1  Hubungan Antara Ukuran Matriks dan Nilai Random Indek
Ordo Matrik
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
RI
0
0
0.58
0.9
1.12
1.24
1.32
1.41
1.45
1.49
Sumber : Suryadi dan Ramdhani (2002)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan 500 sampel, jika keputusan numerik diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8, ..,1, 2, …, 9 akan memperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran berbeda. Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai Ratio Konsistensi  (CR). Untuk model AHP matrik perbandingan dapat diterima jika nilai ratio konsisten tidak lebih dari 10% atau sama dengan 0.1.
  < 0.1                                                                                        (1)
Dimana,      CR  =  Rasio Konsistensi;
                   CI   =  Indeks Konsistensi;
                   RI   =   Indek Ramdom.


Analisis Kriteria Manfaat - Biaya

Skor atau skala faktor-faktor kriteria manfaat berdasarkan hasil penyebaran kuesioner  mulai dari skor 1 (sama penting manfaatnya) sampai dengan skor 9 (sangat penting sekali manfaatnya), maka diperoleh hasil dari 23 (dua puluh tiga) responden yang mempunyai jawaban seperti pada di bawah ini.




Tabel 2     Bobot Kriteria Manfaat
     No.
Kriteria Mafaat
     Skor
   Bobot Maksimum
    1
Potensi Pengembangan Wilayah (PPW)
   5
 65 %
   2
Kelancaran Lalu Lintas (KLL)
   6
 61 %
   3
Pengembangan Transportasi Wilayah (PTW)
   8
 70 %
   4
Penghematan Waktu Tempuh (PWT)
   7
 74 %

Jumlah
26


Tabel 3     Bobot Kriteria Biaya
     No.
Kriteria Mafaat
     Skor
   Bobot Maksimum
   1
Biaya Investasi (BI)
   8
 70 %
   2
Biaya Operasional dan Perawatan (BOP)
   5
 65 %
   3
Biaya Pengendalian Lingkungan (BPL)
   4
 57 %
Jumlah
17


            Pemanfaat Pembangunan Jalan Lingkar Simeulue

Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat yang akan diperoleh masyarakat dan pemerintah jika dilaksanakan pembangunan jalan lingkar Simeulue adalah sedang hingga tinggi dan tinggi (skor 6 dan 7). Tanggapan responden mengenai kriteria manfaat dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4     Rata-rata Skor Penilaian Responden Untuk Kriteria Manfaat Jalan (Responden = 23)
     No.
Manfaat
Kriteria
   PPW
   KLL
   PTW
   PWT
1
Sinabang - Nasreuhe
6.57
6.57
6.57
6.22
2
Nasrehe- Alafan
6.65
6.70
6.65
6.,39
3
Alafan - Serafon
6.13
6.13
6.09
5.83
4
Serafon - Lewak Hulu
6.22
6.26
6.30
6.04
     5
Lewak Hulu - Lhok Makmur - Sangiran
6.74
6.78
6.78
6.48
     6
Sinabang - Lugu Sibahak
6.91
6.91
6.87
6.57
     7
Lugu Sibahak - Sangiran
6.35
6.39
6.48
6.13
Rata - rata
6.51
6.53
6.53
6.24


Biaya Pembangunan Jalan Lingkar Simeulue

Kriteria Biaya Investasi (BI) menurut responden tingkat kepentingannya secara rata-rata adalah 6.51 atau dengan kata lain responden menganggap bahwa Biaya Invetasi (BI) penting kepentingannya dibanding kriteria lainnya. Sedangkan Biaya Pengendalian Lingkungan (BPL) merupakan kriteria biaya yang paling rendah kepentingannya dibanding kriteria Biaya Investasi (BI) dan Biaya Operasional dan Perawatan (BOP). Tanggapan responden mengenai kriteria biaya ditunjukkan pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5     Rata-rata Skor Penilaian Kriteria Biaya Untuk Setiap Ruas Jalan (Responden = 23)
       No.
Biaya
Kriteria
   BI
 BOP
   BPL
1
Sinabang - Nasreuhe
6.52
6.00
5.22
2
Nasrehe- Alafan
6.70
6.17
5.26
3
Alafan - Serafon
6.17
5.52
4.78
4
Serafon - Lewak Hulu
6.26
5.74
4.91
      5
Lewak Hulu - Lhok Makmur - Sangiran
6.74
6.26
5.35
      6
Sinabang - Lugu Sibahak
6.83
6.35
5.48
      7
Lugu Sibahak - Sangiran
6.35
5.87
5.13


            Skala Prioritas Pembangunan Jalan Lingkar Simeulue

     Setelah dilakukan evaluasi manfaat dengan menggunakan metode AHP diperoleh hasil seperti disajikan pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6     Skor Kriteria Manfaat
      No.
Kriteria Mafaat
Skor
    1
Potensi Pengembangan Wilayah (PPW)
0.0460
    2
Kelancaran Lalu Lintas (KLL)
0.1036
    3
Pengembangan Transportasi Wilayah (PTW)
0.6367
   4
Penghematan Waktu Tempuh (PWT0
0.2137

Dari skor penilaian diatas ditunjukkan bahwa yang mempunyai skor tertinggi adalah Pengembangan Ttransportasi Wilayah (PTW) yaitu sebesar 63.67%  hal ini menunjukan bahwa dengan dilaksanakannya pembangunan jalan lingkar simeulue akan signifikan manfaatnya terhadap mobilitas/pergerakan barang dan orang dari daerah sekitar pembangunan jalan tersebut.


            Skala Prioritas Pembangunan Jalan Lingkar Simeulue Dari Kriteria Biaya
           
Skor penilaian yang disajikan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa yang mempunyai skor tertinggi adalah Biaya Investasi (BI) yaitu sebesar 78.42%, artinya Biaya Investasi dalam pekerjaan pembangunan jalan yang terdiri dari pekerjaan fisik, pembebasan tanah dan lain-lain sangat dominan. Sedangkan Biaya Pengendalian Lingkungan (BPL) merupakan kriteria biaya yang paling rendah nilainya, yaitu sebesar 7,47% artinya responden menilai bahwa Biaya Investasi (BI) dan Biaya Operasional dan Perawatan (BOP) lebih penting kepentingannya dibandingkan dengan Biaya Penanganan Lingkungan (BPL).

Tabel 7     Skor Kriteria Biaya
      No.
Kriteria Biaya
Skor
     1
Biaya Investasi (BI)
0.7842
     2
Biaya Operasional dan Perawatan (BOP)
0.1411
     3
Biaya Pengendalian Lingkungan (BPL)
0.0747


Skala Prioritas Kriteria Manfaat dan Biaya Menyeluruh

Dari skor penilaian pada Tabel 8 terlihat bahwa skor kriteria manfaat paling tinggi adalah ruas jalan Sinabang - Lugu Sibahak yaitu sebesar 32.64%. Berdasarkan kriteria manfaat, maka ruas jalan Sinabang - Lugu Sibahak merupakan ruas jalan yang mempunyai prioritas tertinggi untuk ditangani dibandingkan ruas jalan lainnya. Sedangkan skor penilaian kriteria biaya paling rendah adalah ruas jalan Alafan - Serafon, yaitu sebesar 2.74%. Artinya berdasarkan kriteria biaya, maka pembangunan ruas jalan Alafan – Serafon merupakan prioritas pertama dibandingkan ruas jalan lainnya.

Tabel 8     Skor Kriteria Manfaat dan Biaya Menyeluruh Tiap Ruas Jalan
       No.
Jalan
Skor Kriteria
Manfaat
Biaya
1
Sinabang - Nasreuhe
0.1214
0.1164
2
Nasrehe- Alafan
0.1658
0.2243
3
Alafan - Serafon
0.0254
0.0274
4
Serafon - Lewak Hulu
0.0443
0.0364
     5
Lewak Hulu - Lhok Makmur - Sangiran
0.2365
0.2159
     6
Sinabang - Lugu Sibahak
0.3264
0.3246
     7
Lugu Sibahak - Sangiran
0.0802
0.0549


            Skala Prioritas Pembangunan Jalan Berdasarkan Kriteria Rasio Manfaat - Biaya
           
Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa berdasarkan rasio manfaat-biaya terdapat 5 (lima) ruas jalan yang rasio manfaat-biayanya lebih besar dari satu (B/C > 1) yaitu ruas jalan lingkar Lugu Sibahak - Sangiran, Serafon - Lewak Hulu, Lewak Hulu - Lhok Makmur - Sangiran, Sinabang - Nasreuhe, Sinabang - Lugu Sibahak. Sedangkan 2 (dua) ruas jalan lainnya yaitu ruas jalan Alafan - Seurafon, Nasreuhe - Alafan karena rasio manfaat-biaya lebih kecil dari satu (B/C < 1).

Tabel 9     Prioritas Pembangunan Jalan Lingkar Simeulue-Aceh
      No.
Pilihan Prioritas
Pembangunan Jalan
Rasio
Manfaat-Biaya (B/C)

Ranking Prioritas
AHP
Bina Marga
1
Lugu Sibahak - Sangiran
1.4614
1
-
2
Serafon - Lewak Hulu
1.2169
2
-
3
Lewak Hulu - Lhok Makmur - Sangiran
1.0951
3
2
4
Sinabang - Nasrehe
1.0425
4
-
      5
Sinabang - Lugu Sibahak
1.0057
5
-
      6
Alafan - Serafon
0.9272
6
-
      7
Nasrehe - Alafan
0.7390
7
1


Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang menjadi prioritas pembangunannya secara berurutan adalah (1) Lugu Sibahak – Sangiran, (2) Serafon – Lewak Hulu, (3) Lewak Hulu - Lhok Makmur – Sangiran, (4) Sinabang – Nasrehe, (5) Sinabang - Lugu Sibahak, (6) Alafan – Serafon, (7) Nasrehe – Alafan. Dari hasil analisis tersebut, penentuan skala prioritas dapat dibandingkan yaitu adanya perbedaan urutan prioritas dibeberapa ruas jalan lingkar Simeulue seperti ruas jalan Nasrehe - Alafan dan Lewak Hulu - Lhok Makmur - Sangiran menjadi prioritas utama yang akan dilaksanakan pembangunannya pada Tahun  Anggaran 2015 sesuai dengan Keputusan Bina Marga Aceh.


PENUTUP

Berdasarkan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang menjadi prioritas utama pembangunannya adalah ruas jalan Lugu Sibahak – Sangiran karena ruas jalan ini sangat penting untuk mengalirkan lalu lintas menerus pada jaringan jalan lingkar Simeulue karena daerah kawasan Lugu Sibahak dan sekitarnya merupakan pusat pengembangan wilayah serta merupakan daerah perkebunan kelapa sawit, cengkeh, pinang, coklat, karet, pohon jati dan jabon. Oleh karena itu kelancaran lalu lintas pada ruas jalan Lugu Sibahak – Sangiran menjadi sangat penting agar arus komoditas (barang) dan orang dari dan menuju Lugu Sibahak - Sangiran menjadi lancar dan nyaman.
Mengingat pentingnya kondisi kelancaran lalu lintas didaerah Simeulue bagi perkembangan wilayah Kabupaten Simeulue pada satu sisi dan keterbatasan dana pada sisi lain, maka perlu bagi intansi pengelola prasarana jalan Pemerintah Provinsi Aceh untuk mempertimbangkan metode AHP selain berdasarkan Keputusan Dirjen Bina Marga. Adapun pertimbangannya  yaitu dengan metode AHP dapat mengkombinasikan berbagai aspek dan kriteria yang dilakukan dengan pembobotan berdasarkan tingkat kepentingan sehingga hasil urutan prioritas pembangunan jalan yang dihasilkan dapat mengurangi regional disparity dan lebih representatif.

Sumber :
http://mpinfrastruktur.blogspot.co.id/2015/10/analytical-hierarchy-process-ahp.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar