Pengembangan infrastruktur,
jalan lingkar, regional disparity,
Wilayah Simeulue Aceh
Wilayah Simeulue Aceh
Pertumbuhan
dan perkembangan kota atau wilayah berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan
penduduk, disamping itu jumlah penduduk yang senantiasa bertambah juga memiliki
kontribusi yang besar bagi peningkatan kebutuhan penduduk. Dengan pertambahan
kebutuhan penduduk maka akan bertambah pula permintaan perjalanan berupa
peningkatan aktivitas pergerakan orang dan barang dalam suatu wilayah atau
kota, yang mana aktivitas pergerakan ini mutlak memerlukan sarana dan prasarana
transportasi yang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas. Pembangunan
infrastruktur transportasi berupa prasarana dan sarana jalan raya, prasarana
dan sarana jaringan kereta api, angkutan sungai, laut dan udara, semuanya
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan segala aktivitas
pergerakan orang dan barang yang menyertainya.
Kesulitan dalam penyediaan infrastruktur sudah mulai berlangsung sejak lama.
Persoalannya antara lain meliputi keterbatasan dana dari pemerintah,
peningkatan penduduk yang terus berlangsung terutama di kota-kota besar, krisis
ekonomi di era otonomi, menjadi penyebab perkembangan infrastruktur kalah cepat
dibandingkan dengan dinamika pertumbuhan yang ada.
Jalan
merupakan salah satu sarana lalu lintas yang memiliki peranan penting dalam
mensukseskan program pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Wilayah Kabupaten
Simeulue, merupakan salah satu wilayah yang terkena dampak tsunami pada tahun
2004 sebagaimana halnya dengan wilayah lain di Provinsi Aceh. Pasca tsunami
pengembangan wilayah yang tidak merata di setiap daerahnya, sehingga timbul
beberapa kendala yang dihadapi dalam pembangunan jalan diantaranya di Kabupaten
Simeulue. Luas wilayah yang harus ditangani, dan pusat-pusat komunitas yang
tersebar, distribusi penduduk dan sumber daya ekonomi yang tidak merata dan
rendahnya pendapatan masyarakat. menyebabkan perlunya kebijakan dan perencanaan
yang efektif dalam pembangunan jalan di wilayah tersebut. Selain itu kendala
lain yang sangat berpengaruh bagi pembangunan jalan di Kabupaten Simeulue adalah
jumlah anggaran biaya pembangunan jalan yang sangat terbatas, sehingga harus
menentukan prioritas pembangunan jalan secara tepat dalam pengambilan keputusan
sehingga tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan dan besarnya manfaat yang
diperoleh.
Untuk
pembangunan jalan tersebut diperlukan suatu metode pengambilan keputusan yang
tepat agar dapat membantu para pengambil kebijakan dalam menentukan prioritas
sesuai dengan kebutuhan dan manfaatnya yang melibatkan semua stakeholders.
Salah satu metode pengambilan keputusan yang dapat digunakan adalah metode Analytical
Hierarchy Process (AHP). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
menentukan urutan prioritas pembangunan jalan di Kabupaten Simeulue, serta membandingkan
hasil urutan prioritas pembangunan jalan antara Keputusan Bina Marga
dengan metode AHP.
Penelitian ini dibatasi pada
penyusunan model pengambilan keputusan dengan metode AHP dengan
teknik rasio manfaat dan biaya dalam penentuan prioritas pembangunan jalan.
Dari tahapan tersebut diperoleh 7 (tujuh) ruas jalan terpilih untuk dibuat
prioritas pembangunannya yaitu (1) Sinabang – Nasreuhe; (2) Nasreuhe – Alafan;
(3) Alafan – Seurafon; (4) Serafon - Lewak Hulu; (5) Lewak Hulu - Lhok Makmur –
Sangiran; (6) Sinabang - Lugu Sibahak; dan (7) Lugu Sibahak - Sangiran.
Jalan
Menurut
Undang–Undang RI No.22 Tahun 2009 yang dimaksud dengan jalan adalah seluruh
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkapnya yang diperuntukan bagi lalu lintas
umum, yang berada dibawah permukaan tanah, diatas pemukaaan tanah, dibawah permukaan
air, serta diatas pemukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Jalan
mempunyai peranan untuk mendorong pembangunan semua satuan wilayah
pengembangan, dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar daerah. Jalan
merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan
pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah lainnya.
Berdasarkan Undang-undang No. 38 tahun 2004
tentang jalan, sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan
ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada
dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki. Jalan berdasarkan statusnya dibagi menurut kewenangan
pembinaan,
yaitu: jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
Pengembangan
Infrastruktur Wilayah
Pengembangan infrastruktur di masa yang akan datang harus direncanakan agar
dapat mendukung tujuan pembangunan secara umum dari suatu negara, termasuk
pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan daerah, dan membuka kesempatan
kerja. Artinya untuk mencapai tujuan tersebut perlu perumusan kebijakan
transportasi dan hal-hal penting terkait langsung maupun yang tidak langsung
(Kodoatie, 2003).
Kesenjangan Wilayah (Regional
Disparity)
Kesenjangan wilayah (regional disparity) adalah hal yang wajar bagi
proses pengembangan suatu wilayah, karena perbedaan karakteristik wilayah dan
sumber daya antar wilayah. Kesenjangan menjadi masalah apabila wilayah yang
tertinggal merasa hal tersebut terjadi karena kesalahan dan kegagalan sistem
pembangunan (Arafia, 2012).
Penentuan Skala Prioritas
Jalan berdasarkan SK.No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990
Metode dari
Dirjen Bina Marga adalah merupakan pedoman perencanaan jalan kabupaten
yang diterbitkan oleh Dirjen Bina Marga sebagai acuan dalam menentukan
urutan prioritas penanganan jalan kabupaten (Dirjen Bina Marga, 1990).
Pada persiapan program tahunan dijelaskan beberapa kriteria peringkat
prioritas penanganan jalan yaitu:
1.
Kriteria pokok yang dipakai untuk pemilihan prioritas adalah Manfaat/kelayakan
(NPV)/Km, dengan memberikan prioritas pertama pada proyek yang NPV/Km-nya
tertinggi.
2. Kode evaluasi proyek juga diberikan pada proyek-proyek dengan
tanda kisaran NPV/Km untuk petunjuk pemilihannya.
Penentuan Skala Prioritas
Dengan Analytical Hierarchy Process (AHP)
Suryadi dan
Ramdhani (2002) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan pada dasarnya
adalah memilih suatu altenatif. Peralatan utama AHP adalah sebuah
hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki,
suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan kedalam
kelompok-kelompoknya. Kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu
bentuk hirarki.
Menurut
Suyasa (2007), dalam pengambilan keputusan hal yang perlu diperhatikan adalah
pada saat pengambilan data, dimana data ini diharapkan dapat mendekati
nilai sesungguhnya. Derajat kepentingan pelanggan dapat dilakukan dengan
pendekatan perbandingan berpasangan. Untuk setiap kriteria dan alternatif kita
harus melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yaitu
membandingkan setiap elemen yang lainnya pada setiap tingkat hirarki secara
berpasangan sehingga nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat
kualitatif. Untuk mengkuantitatifkan pendapat kualitatif tersebut digunakan
skala penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka
(kualitatif).
Model Analytical
Hierarchy Process (AHP) untuk Analisa Manfaat dan Biaya
Permadi (1992) menyatakan bahwa, selama ini
perhitungan analisa manfaat dan biaya dilakukan dengan metode analisa keuangan
yang menekankan pada tingkat diskonto dan nilai sekarang (present value).
Apabila selisih antara nilai sekarang manfaat dan biaya yang dihitung secara
terpisah lebih besar dari nol, maka proyek tersebut layak dijalankan. Demikian
juga kalau rasio manfaat dan biayanya mengandalkan pada penilaian keuangan
semata-mata mempunyai kelemahan besar yaitu tidak diperhitungkannya unsur-unsur
kualitatif yang kemungkinan dapat mempengaruhi kenyataan.
Matrik Perbandingan Berpasangan
Suryadi dan Ramdhani (2002) berpendapat bahwa skala perbandingan
berpasangan didasarkan pada nilai–nilai fundamental AHP dengan pembobotan dari
nilai 1 untuk sama penting sampai 9 untuk sangat penting sekali. Dari susunan
matrik perbandingan berpasangan dihasilkan sejumlah prioritas yang merupakan
pengaruh relatif sejumlah elemen pada elemen di dalam tingkat yang ada
diatasnya. Perhitungan eigen vector dengan mengalikan elemen-elemen pada
setiap baris dan mengalikan dengan akar n, dimana n adalah elemen. Kemudian
melakukan normalisasi untuk menyatukan jumlah kolom yang diperoleh. Dengan
membagi setiap nilai dengan total nilai pembuat keputusan bisa menentukan tidak
hanya urutan ranking prioritas setiap tahap perhitungannya tetapi juga
besaran prioritasnya. Kriteria tersebut dibandingkan berdasarkan opini setiap
pembuat keputusan dan kemudian diperhitungkan prioritasnya.
Perhitungan Bobot Elemen
Menurut
Suryadi dan Ramdhani (2002), perhitungan bobot elemen dilakukan dengan
menggunakan suatu matriks. Bila dalam suatu sub sistem operasi terdapat ‘n”
elemen operasi yaitu elemen-elemen operasi A1, A2, A3,
...An, maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen
tersebut akan membentuk suatu matrik pembanding. Perbandingan berpasangan
dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan
sebagai dasar pembuatan perbandingan. Matriks An x n merupakan matriks
resiprokal. Dan diasumsikan terdapat elemen, yaitu …. yang akan dinilai secara perbandingan.
Perhitungan Konsistensi dalam
Metode AHP
Menurut
Suryadi dan Ramdhani (2002), pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa
penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga matrik tersebut tidak konsisten
sempurna. Hal ini dapat terjadi karena tidak konsisten dalam preferensi
seseorang, contoh konsistensi matrik sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1.
A =
|
i
j
k
|
i
1
¼
½
|
i
4
1
2
|
k
2
½
1
|
Gambar 1 Konsistensi Matrik
(Suryadi dan Ramdhani, 2002)
Matrik A tersebut konsisten
karena :
aij x ajk = aik
---- = 4 x ½ = 2
aik x akj = aij
---- = 2 x 2 = 4
ajk x aki = aji
---- = ½ x ½ = ¼
Matrik
random dengan skala penilaian 1 sampai dengan 9 beserta kebalikannya sebagai
Indeks Random (RI). Dengan Indeks Random (RI) setiap ordo matriks seperti
diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hubungan Antara Ukuran Matriks dan Nilai Random Indek
Ordo Matrik
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
RI
|
0
|
0
|
0.58
|
0.9
|
1.12
|
1.24
|
1.32
|
1.41
|
1.45
|
1.49
|
Sumber : Suryadi dan Ramdhani
(2002)
Berdasarkan
perhitungan dengan menggunakan 500 sampel, jika keputusan numerik diambil
secara acak dari skala 1/9, 1/8, ..,1, 2, …, 9 akan memperoleh rata-rata
konsistensi untuk matriks dengan ukuran berbeda. Perbandingan antara CI dan RI
untuk suatu matriks didefinisikan sebagai Ratio Konsistensi (CR). Untuk
model AHP matrik perbandingan dapat diterima jika nilai ratio konsisten tidak
lebih dari 10% atau sama dengan 0.1.
< 0.1
(1)
Dimana,
CR = Rasio Konsistensi;
CI
= Indeks Konsistensi;
RI = Indek Ramdom.
Analisis Kriteria Manfaat - Biaya
Skor atau skala faktor-faktor
kriteria manfaat berdasarkan hasil penyebaran kuesioner mulai dari skor 1
(sama penting manfaatnya) sampai dengan skor 9 (sangat penting sekali
manfaatnya), maka diperoleh hasil dari 23 (dua puluh tiga) responden yang mempunyai
jawaban seperti pada di bawah ini.
Tabel 2 Bobot Kriteria Manfaat
No.
|
Kriteria
Mafaat
|
Skor
|
Bobot Maksimum
|
1
|
Potensi Pengembangan Wilayah (PPW)
|
5
|
65 %
|
2
|
Kelancaran Lalu Lintas (KLL)
|
6
|
61 %
|
3
|
Pengembangan Transportasi Wilayah (PTW)
|
8
|
70 %
|
4
|
Penghematan Waktu Tempuh (PWT)
|
7
|
74 %
|
Jumlah
|
26
|
Tabel 3 Bobot Kriteria Biaya
No.
|
Kriteria
Mafaat
|
Skor
|
Bobot Maksimum
|
1
|
Biaya Investasi (BI)
|
8
|
70 %
|
2
|
Biaya Operasional dan Perawatan (BOP)
|
5
|
65 %
|
3
|
Biaya Pengendalian Lingkungan (BPL)
|
4
|
57 %
|
Jumlah
|
17
|
Pemanfaat Pembangunan Jalan Lingkar Simeulue
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa manfaat yang akan diperoleh masyarakat dan pemerintah jika dilaksanakan
pembangunan jalan lingkar Simeulue adalah sedang hingga tinggi dan tinggi (skor
6 dan 7). Tanggapan responden mengenai kriteria manfaat dapat dilihat pada
Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4 Rata-rata Skor Penilaian
Responden Untuk Kriteria Manfaat Jalan (Responden = 23)
No.
|
Manfaat
|
Kriteria
|
|||
PPW
|
KLL
|
PTW
|
PWT
|
||
1
|
Sinabang - Nasreuhe
|
6.57
|
6.57
|
6.57
|
6.22
|
2
|
Nasrehe- Alafan
|
6.65
|
6.70
|
6.65
|
6.,39
|
3
|
Alafan - Serafon
|
6.13
|
6.13
|
6.09
|
5.83
|
4
|
Serafon - Lewak Hulu
|
6.22
|
6.26
|
6.30
|
6.04
|
5
|
Lewak Hulu - Lhok Makmur - Sangiran
|
6.74
|
6.78
|
6.78
|
6.48
|
6
|
Sinabang - Lugu Sibahak
|
6.91
|
6.91
|
6.87
|
6.57
|
7
|
Lugu Sibahak - Sangiran
|
6.35
|
6.39
|
6.48
|
6.13
|
Rata - rata
|
6.51
|
6.53
|
6.53
|
6.24
|
Biaya Pembangunan Jalan Lingkar Simeulue
Kriteria Biaya Investasi (BI)
menurut responden tingkat kepentingannya secara rata-rata adalah 6.51 atau
dengan kata lain responden menganggap bahwa Biaya Invetasi (BI) penting
kepentingannya dibanding kriteria lainnya. Sedangkan Biaya Pengendalian
Lingkungan (BPL) merupakan kriteria biaya yang paling rendah kepentingannya
dibanding kriteria Biaya Investasi (BI) dan Biaya Operasional dan Perawatan
(BOP). Tanggapan responden mengenai kriteria biaya ditunjukkan pada Tabel 5
berikut ini.
Tabel 5 Rata-rata Skor Penilaian
Kriteria Biaya Untuk Setiap Ruas Jalan (Responden = 23)
No.
|
Biaya
|
Kriteria
|
||
BI
|
BOP
|
BPL
|
||
1
|
Sinabang - Nasreuhe
|
6.52
|
6.00
|
5.22
|
2
|
Nasrehe- Alafan
|
6.70
|
6.17
|
5.26
|
3
|
Alafan - Serafon
|
6.17
|
5.52
|
4.78
|
4
|
Serafon - Lewak Hulu
|
6.26
|
5.74
|
4.91
|
5
|
Lewak Hulu - Lhok Makmur - Sangiran
|
6.74
|
6.26
|
5.35
|
6
|
Sinabang - Lugu Sibahak
|
6.83
|
6.35
|
5.48
|
7
|
Lugu Sibahak - Sangiran
|
6.35
|
5.87
|
5.13
|
Skala
Prioritas Pembangunan Jalan Lingkar Simeulue
Setelah dilakukan evaluasi manfaat dengan menggunakan metode AHP diperoleh
hasil seperti disajikan pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6 Skor Kriteria Manfaat
No.
|
Kriteria
Mafaat
|
Skor
|
1
|
Potensi Pengembangan Wilayah (PPW)
|
0.0460
|
2
|
Kelancaran Lalu Lintas (KLL)
|
0.1036
|
3
|
Pengembangan Transportasi Wilayah (PTW)
|
0.6367
|
4
|
Penghematan Waktu Tempuh (PWT0
|
0.2137
|
Dari skor penilaian diatas
ditunjukkan bahwa yang mempunyai skor tertinggi adalah Pengembangan
Ttransportasi Wilayah (PTW) yaitu sebesar 63.67% hal ini menunjukan bahwa
dengan dilaksanakannya pembangunan jalan lingkar simeulue akan signifikan
manfaatnya terhadap mobilitas/pergerakan barang dan orang dari daerah sekitar
pembangunan jalan tersebut.
Skala Prioritas Pembangunan Jalan Lingkar Simeulue Dari Kriteria Biaya
Skor penilaian yang disajikan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa yang
mempunyai skor tertinggi adalah Biaya Investasi (BI) yaitu sebesar 78.42%,
artinya Biaya Investasi dalam pekerjaan pembangunan jalan yang terdiri dari
pekerjaan fisik, pembebasan tanah dan lain-lain sangat dominan. Sedangkan Biaya
Pengendalian Lingkungan (BPL) merupakan kriteria biaya yang paling rendah
nilainya, yaitu sebesar 7,47% artinya responden menilai bahwa Biaya Investasi
(BI) dan Biaya Operasional dan Perawatan (BOP) lebih penting kepentingannya
dibandingkan dengan Biaya Penanganan Lingkungan (BPL).
Tabel 7
Skor Kriteria Biaya
No.
|
Kriteria
Biaya
|
Skor
|
1
|
Biaya Investasi (BI)
|
0.7842
|
2
|
Biaya Operasional dan Perawatan (BOP)
|
0.1411
|
3
|
Biaya Pengendalian Lingkungan (BPL)
|
0.0747
|
Skala
Prioritas Kriteria Manfaat dan Biaya Menyeluruh
Dari skor penilaian pada Tabel 8 terlihat bahwa skor kriteria manfaat
paling tinggi adalah ruas jalan Sinabang - Lugu Sibahak yaitu sebesar 32.64%.
Berdasarkan kriteria manfaat, maka ruas jalan Sinabang - Lugu Sibahak merupakan
ruas jalan yang mempunyai prioritas tertinggi untuk ditangani dibandingkan ruas
jalan lainnya. Sedangkan skor penilaian kriteria biaya paling rendah adalah
ruas jalan Alafan - Serafon, yaitu sebesar 2.74%. Artinya berdasarkan kriteria
biaya, maka pembangunan ruas jalan Alafan – Serafon merupakan prioritas pertama
dibandingkan ruas jalan lainnya.
Tabel 8
Skor Kriteria Manfaat dan Biaya Menyeluruh Tiap Ruas Jalan
No.
|
Jalan
|
Skor
Kriteria
|
|
Manfaat
|
Biaya
|
||
1
|
Sinabang - Nasreuhe
|
0.1214
|
0.1164
|
2
|
Nasrehe- Alafan
|
0.1658
|
0.2243
|
3
|
Alafan - Serafon
|
0.0254
|
0.0274
|
4
|
Serafon - Lewak Hulu
|
0.0443
|
0.0364
|
5
|
Lewak Hulu - Lhok Makmur - Sangiran
|
0.2365
|
0.2159
|
6
|
Sinabang - Lugu Sibahak
|
0.3264
|
0.3246
|
7
|
Lugu Sibahak - Sangiran
|
0.0802
|
0.0549
|
Skala Prioritas Pembangunan Jalan Berdasarkan Kriteria Rasio Manfaat -
Biaya
Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa berdasarkan rasio manfaat-biaya terdapat 5
(lima) ruas jalan yang rasio manfaat-biayanya lebih besar dari satu (B/C >
1) yaitu ruas jalan lingkar Lugu Sibahak - Sangiran, Serafon - Lewak Hulu, Lewak Hulu - Lhok Makmur - Sangiran, Sinabang -
Nasreuhe, Sinabang - Lugu Sibahak. Sedangkan 2
(dua) ruas jalan lainnya yaitu ruas jalan Alafan - Seurafon, Nasreuhe -
Alafan karena rasio manfaat-biaya lebih kecil
dari satu (B/C < 1).
Tabel 9
Prioritas Pembangunan Jalan Lingkar Simeulue-Aceh
No.
|
Pilihan
Prioritas
Pembangunan
Jalan
|
Rasio
Manfaat-Biaya
(B/C)
|
Ranking
Prioritas
|
|
AHP
|
Bina Marga
|
|||
1
|
Lugu Sibahak - Sangiran
|
1.4614
|
1
|
-
|
2
|
Serafon - Lewak Hulu
|
1.2169
|
2
|
-
|
3
|
Lewak Hulu - Lhok Makmur - Sangiran
|
1.0951
|
3
|
2
|
4
|
Sinabang - Nasrehe
|
1.0425
|
4
|
-
|
5
|
Sinabang - Lugu Sibahak
|
1.0057
|
5
|
-
|
6
|
Alafan - Serafon
|
0.9272
|
6
|
-
|
7
|
Nasrehe - Alafan
|
0.7390
|
7
|
1
|
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Analytical Hierarchy
Process (AHP) yang menjadi prioritas pembangunannya secara berurutan adalah
(1) Lugu Sibahak – Sangiran, (2) Serafon – Lewak Hulu, (3) Lewak Hulu - Lhok Makmur – Sangiran,
(4) Sinabang – Nasrehe, (5) Sinabang
- Lugu Sibahak, (6) Alafan –
Serafon, (7) Nasrehe – Alafan. Dari hasil analisis tersebut, penentuan skala
prioritas dapat dibandingkan yaitu adanya perbedaan urutan prioritas dibeberapa
ruas jalan lingkar Simeulue seperti ruas jalan Nasrehe - Alafan dan Lewak
Hulu - Lhok Makmur - Sangiran menjadi
prioritas utama yang akan dilaksanakan pembangunannya pada Tahun
Anggaran 2015 sesuai dengan Keputusan
Bina Marga Aceh.
PENUTUP
Berdasarkan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang menjadi
prioritas utama pembangunannya adalah ruas jalan Lugu Sibahak – Sangiran karena
ruas jalan ini sangat penting untuk mengalirkan lalu lintas menerus pada
jaringan jalan lingkar Simeulue karena daerah kawasan Lugu Sibahak dan
sekitarnya merupakan pusat pengembangan wilayah serta merupakan daerah
perkebunan kelapa sawit, cengkeh, pinang, coklat, karet, pohon jati dan jabon.
Oleh karena itu kelancaran lalu lintas pada ruas jalan Lugu Sibahak – Sangiran
menjadi sangat penting agar arus komoditas (barang) dan orang dari dan menuju
Lugu Sibahak - Sangiran menjadi lancar dan nyaman.
Mengingat pentingnya kondisi kelancaran lalu lintas didaerah Simeulue
bagi perkembangan wilayah Kabupaten Simeulue pada satu sisi dan keterbatasan
dana pada sisi lain, maka perlu bagi intansi pengelola
prasarana jalan Pemerintah Provinsi Aceh
untuk mempertimbangkan metode AHP selain berdasarkan Keputusan Dirjen Bina
Marga. Adapun pertimbangannya yaitu dengan metode AHP dapat
mengkombinasikan berbagai aspek dan kriteria yang dilakukan dengan pembobotan
berdasarkan tingkat kepentingan sehingga hasil urutan prioritas pembangunan
jalan yang dihasilkan dapat mengurangi regional disparity dan lebih representatif.
Sumber :
http://mpinfrastruktur.blogspot.co.id/2015/10/analytical-hierarchy-process-ahp.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar